Penguasaan atas Konstantinopel menjadi
target utama penguasa Usmani. Setelah berabad-abad sulit ditaklukkan,
pada 1452 barulah simbol kekaisaran Bizantium itu berhasil dikuasai umat
Islam.
Kegemilangan itu diraih berkat
berbagai faktor. Salah satunya, seperti dipaparkan Tamim Ansary pada
bukunya Dari Puncak Baghdad, Sejarah Dunia Versi Islam adalah kehadiran
beragam perangkat militer luar biasa yang digunakan pasukan Usmani.
Senjata utamanya adalah meriam
besar yang disebut Basilika. Panjangnya mencapai 27 kaki dengan lubang
lingkaran begitu besar. Meriam itu bahkan bisa menembakkan peluru hingga
sejauh satu mil. “Pasukan Usmani adalah pasukan bersenjata terbaik dan
berteknologi paling maju pada zamannya,” ungkap Tamim Ansary.
Sejatinya, pasukan ini mewarisi
jejak kejayaan kaum Muslim pada bidang rekayasa teknologi, termasuk
untuk kepentingan militer. Beberapa abad sebelumnya, aneka perlengkapan
tempur terbaik sudah dipakai pasukan Islam.
Alat militer itu menunjang
ekspansi umat Muslim sehingga sukses menghadirkan sebuah emporium besar.
Kejayaan diraih sepanjang abad pertengahan. Peran militer yang berada
di garda terdepan bersama alat tempurnya membawa kemenangan demi
kemenangan.
Wilayah kekuasaan kaum Muslim
membentang mulai dari jazirah Arab, Afrika Utara, Andalusia, sampai Asia
Tengah. Tentara Islam sangat disegani. Tak hanya berkat semangat juang
menegakkan syiar, tapi juga perlengkapan militernya tadi.
Peralatan tempur dimaksimalkan
untuk menunjang gerak pasukan. Antara lain, mesin penyerbu, senjata,
pedang, bubuk mesiu, peluncur roket, dan meriam. Di samping itu, umat
Islam telah mampu membuat rancangan benteng pertahanan serta kapal laut
yang kokoh.
Inovasi dari tiga unsur, yakni
teknik, mekanik, dan kimiawi, menjadi kunci utama. Demikian diungkapkan
Ahmad Dallal, Sheila Blair, dan Jonathan Bloom pada buku Sains-Sains
Islam. Kemajuan sains dan teknologi di dunia Islam berlanjut pada
tumbuhnya industri kemiliteran.
Sebelum muncul meriam seperti
pada era Usmani, umat Muslim sudah menguasai teknik pembuatan bubuk
mesiu. Ini berasal dari bahan potasium nitrat atau natrun dalam bahasa
Arab, yang difilterisasi melalui unsur kimiawi.
Ilmuwan terkemuka al-Bakhtawayh
melalui karya berjudul Al-Muqadimmat pada 1029 menguraikan proses
tersebut. Ia menyempurnakan teknik yang ditemukan oleh bangsa Cina.
Menurutnya, bahan potasium nitrat harus difilterisasi agar menjadi bubuk
mesiu yang lebih efektif.
Penjelasan lebih rinci terkait
filterisasi bahan pembuat mesiu disampaikan Hasan al-Rahman. Ahli kimia
asal Suriah yang hidup di abad ke-13 ini menulis risalah Al-Furusiyya wa
al-Manasib al-Harbiyya atau Buku Pedoman Kemiliteran dan Teknologi
Tempur. Dia merintis penelitian dalam pengembangan bahan potasium
karbonat guna memisahkan kalsium dan magnesium dari potasium nitrat.
Beberapa ilmuwan Muslim
terkemuka seperti al-Razi, al-Hamdany, hingga Ibnu Baytar diketahui
turut melakukan riset pembuatan serbuk mesiu. Mereka pun mencapai hasil
mengagumkan dengan berbagai formula dan resep pembuatannya.
Saintis Barat bernama Bert S
Hall memuji temuan tersebut sebagai metode terbaik pada proses kimia
pada potasium nitrat. Selain itu, umat Muslim juga berhasil membuat
aneka pedang berkualitas tinggi. Pada masa itu, Damaskus adalah sentra
kerajinan baja paling terkemuka.
Pedang dari bahan baja banyak
diproduksi antara tahun 900 dan 1750. Hasil riset dari Universitas
Teknik Dresden membuktikan bahwa pedang buatan pengrajin Muslim abad
pertengahan telah mengandung struktur nano yang menjadikannya sangat
kuat namun punya daya elastisitas tinggi.
Pedang dihasilkan melalui metode
peleburan baja, kemudian dicampurkan dengan bahan karbit yang
memunculkan senyawa partikel mikro sebagai penguat lapisan baja. Dengan
itu, pengrajin pedang bisa membuat pedang yang lebih tipis namun sangat
kuat.
Pedang baja berbentuk melengkung
banyak digunakan oleh tentara kavaleri Turki di abad ke-12. Di samping
itu, sepanjang abad ke-9, pedang sudah digunakan oleh pasukan Persia
yang menjaga perbatasan wilayah Khurasan.
Baju zirah menjadi salah satu
inovasi paling penting yang pernah dikenalkan umat Muslim. Dalam bahasa
Arab disebut adarqa. Pasukan Muslim di Andalusia mengenakan baju zirah
pelindung tubuh terbuat dari bahan kulit dan besi.
Model baju pelindung itu lantas
menginspirasi tentara Nasrani sekitar abad ke-14 dan 15. Sarana proteksi
juga berupa helm besi yang disebut mighfar, dipergunakan dari abad
kedelapan sampai 14.
Para ilmuwan Muslim mencatatkan
prestasi melalui penciptaan pakaian antiapi. Sejarah mencatat, pakaian
ini pertama kali hadir di medan laga pada 1260. Pada waktu itu, pasukan
Mamluk Turki sedang menghadapi pertempuran di Ain Jalut.
Laman wikipedia menyebut, berkat
perlengkapan ini pasukan Mamluk bisa menghindari bahaya kobaran api
dari serbuk mesiu. Pakaian itu berbahan tunik, katun, serta campuran
unsur penguat untuk meredam api. Tak hanya itu, baju ini pun berfungsi
melindungi dari terpaan bahan kimia berbahaya.
Pada perkembangan selanjutnya,
sejak abad ke-16, jajaran militer Muslim turut pula memakai senjata
Abus. Ini adalah cikal bakal meriam modern. Pengguna awal yakni pasukan
Usmani. Adanya senjata jenis baru ini memungkinkan mereka membentuk
satuan artileri.
Era ini juga ditandai dengan
rintisan selongsong peluru roket. Tipu Sultan, penguasa Kekaisaran India
Selatan yang berkedudukan di Mysore, mengejutkan pasukan Inggris pada
pertempuran Anglo-Mysore dengan peluru yang berdaya ledak tinggi.
Peluru roket kreasi saintis
Muslim diakui lebih efektif dan canggih dari yang pernah dimiliki
pasukan Inggris. Hal ini terutama berkat penggunakan silinder baja dan
propelan yang memberikan daya jangkau lebih jauh hingga mencapai jarak
dua mil.
Teknologi roket sebelumnya telah
dijelaskan secara lengkap pada buku teknologi militer yang ditulis
Hassan al-Rahmah, saintis Muslim abad ke-13. Buku ini menjadi rujukan
penting bagi dunia sains dan teknologi militer hingga berabad-abad
kemudian.
Penemuan
teknik dan mekanik pada bidang militer umat Muslim dapat ditelusuri
melalui berbagai karya. Beberapa ilmuwan Muslim menuliskan dengan
lengkap proses pembuatan, material yang digunakan, hingga mekanisme
kerja alat-alat perang dari abad pertengahan.
Salah satu yang terkenal
ditorehkan oleh Najm al-Din Hassan al-Rahman. Saintis asal Suriah yang
wafat pada 1295 itu menyajikan sebuah buku berisi sejumlah perlengkapan
teknologi militer.
Judulnya Kitab al-Furusiyya wa
al-Manasib al-Harbiyya. Buku ini menjadi rujukan sejarah paling penting
yang mendokumentasikan teknologi roket awal kreasi ilmuwan Muslim.
Menurut Frank H Winter pada buku
The Genesis of the Rocket in China and its Spread to the East and West,
kaum Muslim mewarisi senjata roket. Dari naskah-naskah klasik di dunia
Islam, para saintis Barat pun mengenal teknologi ini untuk dikembangkan
lebih lanjut.
Di samping buku Hassan
al-Rahmah, masih ada karya lain yang membahas teknologi roket, yakni
risalah milik fisikawan bernama Yusuf ibn Ismail al-Kutub. Pada karya
yang selesai disusun pada 1311 itu, ia membeberkan penggunaan serbuk
potasium nitrat sebagai campuran bahan bakar roket.
Umat Muslim juga menemukan
teknik torpedo. Pada masa modern, torpedo yang diluncurkan dari kapal
selam atau kapal permukaan memakai sirip yang menjadi pengarah atau
kemudi. Berabad-abad silam, ilmuwan Muslim telah mengungkapkan mekanisme
serupa.
Hassan al-Rahmah menyebut
torpedo tersebut sebagai telur yang bisa meluncur di air dan meledak.
Bentuk torpedo awal itu sekilas mirip cangkang telur. Badan torpedo
terbuat dari aluminium, di dalamnya ditaruh serbuk mesiu. Tenaga
dorongnya berupa dua roket serta sirip untuk mengarahkan ke sasaran.
Perlengkapan kanon meriam turut
menjadi simbol kejayaan teknologi militer umat Muslim. Setidaknya, ada
empat manuskrip Arab peninggalan abad ke-14 yang menjelaskan mengenai
meriam portabel pertama. Satu tersimpan di St Petersburg, dua di Paris,
dan satu terdapat di Istanbul.
Prinsip kerja meriam kuno itu
mirip dengan meriam modern. Pada artikelnya di laman muslim heritage,
Prof Mohammed Mansour menyebut teknologi meriam dan bahan peledak yang
dibawa kaum Muslim ke Andalusia, dan digunakan dalam peperangan melawan
pasukan Nasrani, menginsiprasi para ilmuwan Eropa.
“Sejak dikenalkan di Spanyol, teknologi itu lantas berkembang dengan pesat di Prancis, Italia, serta Jerman,” paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar